Senin, 03 Oktober 2011

PESAN UNTUK ORANG-ORANG BIASA (brarti sudah pasti buat saia, belum pasti buat anda)

Krisis adalah takdir semua bangsa. Ia tidak perlu disesali. Apalagi dikutuk. Kita hanya perlu meyakini sebuah kaidah, bahwa masalah kita bukan pada krisis itu. Tapi pada kelangkaan pahlawan pada saat krisis itu terjadi. Itu tanda kelangsungan hidup atau kehancuran sebuah bangsa.

Pahlawan bukanlah orang suci dari langit yang diturunkan ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat, secepat kilat untuk kemudian kembali ke langit. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis.

Mereka tidak harus dicatat dalam buku sejarah. Atau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Mereka juga melakukan kesalahan dan dosa. Mereka bukan malaikat. Mereka hanya manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil jadi sebuah gunung: karya kepahlawanan adalah tabungan jiwa dalam masa yang lama.


Orang-orang biasa yang melakukan kerja-kerja besar itulah yang kita butuhkan di saat krisis. Bukan orang-orang yang tampak besar tapi hanya melakukan kerja-kerja kecil lalu menulisnya dalam autobiografinya. Semangat untuk melakukan kerja-kerja besar dalam sunyi yang panjang itulah yang dihidupkan dalam kumpulan tulisan ini. Maka tulisan-tulisan ini mencoba menghadirkan makna-makna yang melatari sebuah tindakan kepahlawanan. Bukan sekedar cerita heroisme yang melahirkan kekaguman tapi tidak mendorong kita meneladaninya.

Para pahlawan bukan untuk dikagumi. Tapi untuk diteladani. Maka makna-makna yang melatari tindakan mereka yang perlu dihadirkan ke dalam kesadaran kita. Jadi, tulisan-tulisan ini adalah pesan untuk orang-orang biasa, seperti saya sendiri, atau juga Anda pembaca, yang mencoba dengan tulus memahami makna-makna itu, lalu secara diam-diam merakit kerja-kerja kecil menjadi sebuah gunung karya.


(Mencari Pahlawan Indonesia by Anis Matta, hal. xiii-xiv)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar