Rabu, 14 Desember 2011

Pengamen: Ngasih atau Nggak Yaa?

Seringkali saia 'bentrok' kalo lagi jalan sama temen yg mempunyai idealisme bahwa memberi uang ke pengamen, apalagi yg anak2, tidak mendidik. Sedangkan saia senantiasa mudahnya mengorek tas atau dompet untuk mencari uang receh, baik itu 1000-an, 500-an, bahkan pernah saia ngasih hanya 200-an. Saia menjelaskan ini itu, yang mungkin rada belepotan, jadi teman saia tidak bisa menangkap maksud saia yg sebenarnya.

Sebenarnya, dulu saia juga berkeyakinan bahwa memberi uang ke pengamen adalah hal yg tidak baik. Kecuali utk pengamen dewasa yang memang nyanyinya bagus *biasanya di bis menuju kampus saia (84), pengamennya keren2* --itupun kadang masih diprotes temen saia karena katanya cuma bikin si pengamen malas kerja sungguhan--. Tapi setelah saia membaca sebuah tulisan yg entah dari buku apa saia lupa, saia lalu berubah cara pandang. Tapi ya itu, saia susah menyampaikan dengan bahasa sendiri. Saia cari tulisan itu di buku2 yg saia punya di rumah, tidak ada.

Sekian tahun berlalu, minggu kemarin, saia beli sebuah buku yg dulu pernah saia punya, tapi dipinjem teman SMA, yg sekarang juga ga tau dimana temannya. Judulnya Karena Aku Begitu Cantik karangan Azimah Rahayu. Buku ini adalah kumpulan dari essai si penulis yg sebelumnya tersebar di dua buku, yaitu Pagi Ini Aku Cantik Sekali dan Hari ini Aku Makin Cantik. Namun ada penambahan beberapa tulisan lagi katanya. Yang saia punya dan dipinjem temen SMA dulu adalah Pagi Ini Aku Cantik Sekali, dan ternyata dulu tulisan yang menggugah saia itu saia baca dr buku yg dipinjem ini.


Ketika membaca isi buku itu, baru essai pertama, saia ternyata menemukan tulisan yg saia cari2. Tulisan yg membuat saia berubah cara pandang. Tulisan yg bikin saia sering beda pendapat dengan teman2 sesama mahasiswa. Tulisan itu berjudul Lebih Mudah Bagi Kita.

Ceritanya, Azimah Rahayu termasuk seseorang yg juga beridealisme bahwa para pengamen, peminta sumbangan, pengemis, sudah selayaknya kita beri pelajaran dengan tidak diberi uang. Memberi uang sama artinya dengan memberikan persetujuan dan pembenaran. Padahal menurut Azimah Rahayu, mereka bukannya tidak bisa, hanya kurang berusaha.
Nah, ada teman kantor Azimah yg muuuudddaaaahh sekali mengeluarkan uang untuk orang2 semacam itu. Pengemis, tukang ngamen, polisi cepek, peminta sumbangan masjid *yg sama2 kita tau lebih banyak bo'ongnya*, sampe pedagang2 keliling yg sudah ada larangan masuk kantor, tetap saja masuk dan membawa barang dagangan. Dan teman kantornya ini selalu beli. Tanpa milih, tanpa nawar, langsung saja membayar barang yg ditawarkan. Bahkan kadang beli koran, lalu dikasih ke Azimah karena katanya dia tidak butuh koran itu.
Azimah penasaran, kenapa temannya seperti itu? Azimah sudah sering mengingatkan ttg kebohongan para peminta sumbangan masjid, tidak mendidiknya uang yg kita berikan kepada pengamen dan pengemis, dll. Menurut Azimah, Apa yang temannya lakukan itu, membuat para2 'pengusaha jalanan' itu makin malas, tidak mau bekerja keras, dan mengharapkan uluran tangan seperti itu. Setidaknya, (kata Azimah) kalau mau memberi, hendaknya kita pilih-pilih mana yang tampak betul-betul membutuhkan. Kalaupun mau berinfak, mengapa tidak melalui lembaga yang benar-benar dapat dipercaya akan menyampaikan amanah kepada yang benar-benar berhak?

Lalu, inilah jawaban temannya:
"Saya tidak yakin dengan tidak memberi akan mendidik mereka. Semestinya, ada orang-orang yang aware dengan program penyadaran itu. Tugas merekalah yang menyadarkan. Sementara saya, hanya ini yang bisa saya lakukan. Mungkin mereka memang tidak sungguh-sungguh miskin, bisa jadi mereka hanya malas. Akan tetapi, saya yakin, jika bisa semudah kita mencari rezeki, mereka tidak akan melakukan semua itu. Jika mereka kelaparan dan tidak ada yang mau memberi, lantas kepada siapa mereka meminta? Ke mana mereka mencari? Sedang kita? Kalaupun harta kita habis karena mereka, setidaknya masih lebih mudah bagi kita untuk mencari lagi dengan bekal kemampuan yang diberikan Allah kepada kita."

Uraian panjang temannya ini membuat Azimah (dan saia) tertegun.

Kata Azimah terakhir di tulisan itu:
Masih lebih mudah bagi kita. Ya, masih lebih mudah bagi kita mendapat rezeki dibandingkan para tukang koran. Masih lebih mudah bagi kita mencari penghidupan dibandingkan para pedagang asongan. Masih lebih mudah kita mencari makan dibandingkan para pengamen jalanan. Masih lebih mudah bagi kita meminta bantuan teman dibandingkan gelandangan. Masih lebih mudah bagi kita.

Dan kata saia setelah baca tulisan itu *untuk sekian kalinya dalam jangka waktu yg lama*:
Ya, saia sepakat. Masih lebih mudah bagi kita. Tidak ada yang mau hidup miskin dan melakukan usaha dengan resiko 'membuang' malu itu. Karena malu itu sebagian dari iman. Tapi, karena beberapa hal, saia menyikapi perubahan cara pandang saia ini dengan beberapa ketentuan:

1) Dalam Islam, berhutang saja masih disarankan untuk dihindari. Tapi berhutang lebih mulia daripada meminta-minta. Meminta-minta itu dilarang keras. Maka, saia tetap tidak bisa memberikan uang kepada pengemis, walaupun saia tau, mungkin saia tidak akan dilihat sebagai 'sang penegak ajaran Islam' atau orang yg tegas dalam beragama atau apapun. Yang ada, bagi mereka, orang seperti saia mungkin hanyalah orang pelit, dan sok sholehah, yang hanya 'menghambat' rezeki mereka.

2) Saia menganggap pengamen adalah sebuah pekerjaan. Jika memang bernyanyi yang bisa mereka lakukan, silahkan. Saia akan menghargai kerja mereka sesuai dengan kualitas dan attitude. Sama saja dengan semua jenis pekerjaan di dunia ini. Kita akan dibayar, sesuai dengan kualitas dan attitude kita. Jadi, saia akan memberikan uang (pernah 5rb --nominal tertinggi yg pernah saia kasih utk pengamen--) tergantung dari usaha dan ketulusan mereka sebagai seorang pengamen. Walaupun tidak bagus, tapi jika dia berattitude baik (masih dengan senyum dan terimakasih walaupun tidak diberi oleh seorang penumpang), maka saia biasanya tetap memberi, walaupun cuma 500rupiah.
Tapi kalo yg dari awal saja sudah menyindir-nyindir, saia tidak suka. Bagi saia, dia adalah seorang pengamen yang menyalahkan kehidupannya kepada orang lain. Padahal, menjadi pengamen adalah pilihan dia. Sudah resiko yg pasti jika banyak orang yg tidak peduli dan bahkan ada yg sebal terganggu tidurnya ketika ada pengamen. That's your risk man! :) Kalo pengamen sejati, harusnya siap menerima resiko seperti itu. InsyaAllah, jika dia ikhlas menerima resiko dalam pekerjaannya yg 'hanya' pengamen, maka dia pasti bisa menerima resiko untuk pekerjaan yg lebih besar dan lebih hebat. Amin..

3) Khusus utk pengamen anak-anak atau usia sekolah, saia masih belum bisa menentukan sikap. Karena begini, dulu menurut saia yg masih idealis ttg tidak mendidiknya memberikan uang ke pengamen, memberi uang ke anak2 itu hanya akan membuat para orangtuanya dgn mudah melepas tanggung jawab. Karena ada yg orangtuanya ongkang-ongkang kaki di pojok jalan, di trotoar sambil ngadem, sementara anak umur 7tahunnya kesana kemari mengamen dr angkot ke angkot, panas2an. Tapi setelah membaca tulisan Azimah, saia berpikir, mungkin tidak memberi juga tidak mendidik mereka. Yang ada malah kita menjadi penyebab si anak dipukuli, atau tidak diberi makan karena tidak mendapatkan uang hari itu. Tidak memberinya kita kepada si anak, mungkin hanya akan menambah penderitaannya. Memberi mungkin memang tidak mendidik, tidak manfaat, dan tidak membuat hidup keluarga si anak lebih baik. Tapi dengan tidak memberi, saia jadi menambah penderitaan si anak hari itu. Karena saia membayangkan, orangtua yg tega anaknya mengamen panas2an sementara mereka terlihat duduk2 saja, bisa jadi mereka juga orangtua yg tega menyiksa anaknya kalau hasil ngamennya kurang. So, kadang saia masih suka ngasih, tapi kadang juga gak, kalo inget orangtuanya yg 'menyebalkan'. Tapi saia lebih sering ngasih, dengan pikiran, saia bisa mencegah si anak dimarahi, si anak bisa makan, dan orangtuanya? Biarlah suatu saat Allah yg membalasnya...

Terlepas dari seeeemuuuaaaa itttuuu,, saia berharap bisa segera berhenti 'menolong' mereka dengan cara seperti ini.. Cara yg tidak mendidik dan sifatnya hanya sementara. Saia berharap suatu hari, saia bisa menolong mereka dengan cara menaungi mereka, mendidik mereka, menyekolahkan mereka, memberi pengertian kepada orang tua mereka, memberi pekerjaan kepada orang tuanya, dan cara2 menolong yg lebih kepada memberi kail, bukan ikan.

Mudah2an juga suatu hari saia bisa menggerakkan para orang2 kaya di Indonesia agar mau 'patungan' utk para 'pengusaha jalanan'. Mudah2an saia bisa mengajak para politisi untuk berhenti kampanye dengan mencetak baliho, umbul2, banner, dan anggaran untuk itu lebih baik digunakan untuk membuat sesuatu yg lebih nyata bagi para 'pengusaha jalanan'. Bukan memberi sesuatu, tapi membuat sesuatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar