Aslm blog reader..
10 hari terakhir Ramadhan yaaaa???
Saia ingin berbagi satu cerita..
Dua malam lalu saia masih berada di luar rumah sampai jam 11 malam. Selain karena ada yang dikerjain bareng teman, saia juga lagi males pulang. Pulang cuma ketemu kasur ukuran double, sedangkan saia lagi jadi single... *ups, curhat*
Karena butuh asupan listrik buat laptop utk kerjaan dan sepertinya akan memakan waktu lama, saia dan dua teman memilih ke satu restoran fastfood yang berlabel 24 jam. Kami tiba jam setengah 10. Memesan makanan dan minuman, lalu ngobrol sambil menyelesaikan pekerjaan... Jam 10, petugas mulai membersihkan area tempat kami duduk. Merapihkan meja, bangku, sekat, dll. Menyapu, mengepel dan melap jendela. Kami bertiga cukup cuek, karena berdasarkan label 24 jam berarti kami bisa di sana sampai kami memang memutuskan untuk pergi.
Namun tampaknya usaha utk menyingkirkan kami yang ga memesan apa2 lagi masih berlanjut. Pasokan listrik dari colokan yg kami gunakan dimatikan. Alhamdulillah karena baterai laptop cukup terisi, kami belum juga beranjak. Sebenarnya kami sadar, untuk memperpanjang masa nyaman kami berada di sana tanpa terganggu adalah dengan cara memesan lagi menu yg ada. Tapi entah kenapa, tidak ada dari kami yang memesan makanan lagi. Saia pribadi sedang butuh minuman hangat, yang sayangnya tidak ada di sana. Kalo saia pesan makanan, malah jadi haus dan yang tersedia cuma minuman dingin.
Puncaknya, jam 11 kurang, manajer restoran menyapa kami dan bilang: "Mas, kalo udah makannya pindah ke sebelah sini ya."
Maknanya:
1) Ruangan yang kami tempati memang disekat dari ruangan utama, dan pintunya ingin ditutup.
2) Kami diminta pindah ruangan, dengan catatan kami diharapkan memesan makanan lagi.
3) Kalo tidak mau memesan makanan lagi, tampaknya kami diharapkan menyudahkan urusan di sana.
Kami yang pada saat itu sudah CUKUP SADAR dengan segala sindiran yang dilakukan akhirnya membereskan barang2 dan pergi. *sebenernya sih karena memang sudah selesai kerjaannya, hehehe*
Saat perjalanan pulang, saia lalu berpikir. Lucu juga restoran ini. Dengan berani mendeklarasikan diri menjadi restoran 24 jam. Tapi tidak rela menerima tamu yang cuma memesan sekali dan tidak pergi2. Heheheee... Memang dari segi bisnis, tamu seperti kami bikin geregetan. Tapi dari segi pelayanan, ketidakrelaan tersebut bisa membahayakan. Saia pribadi, jika menjadi sang manajer, akan memberikan sindirian jika kehadiran tamu seperti saia tadi mengganggu turn over (pergiliran) tamu. Maksudnya, gara2 ada saia, tamu lain jadi ga bisa duduk dan ga jadi makan di restoran tersebut. Tapi ini lagi sepi, dan namanya restoran 24 jam... So??
Alih2 saia kritis terhadap keanehan deklarasi restoran tersebut, malah jadi kepikiran diri sendiri. Bisa jadi itu sunatullah ya. Manusiawi. Namanya kan restoran (tempat makan) 24 jam. Bukan tempat ngobrol atau tempat kerja 24 jam. Kita juga seperti itu... Kadang mendeklarasikan satu hal, kalo lagi momen tertentu kita menyebutnya resolusi. Tapi kadang kita tidak siap dengan semua konsekuensi yang ada. Berharap hanya hal2 baik yang mendatangi diri kita. Berharap tidak ada gangguan. Berharap semuanya berjalan dengan lancar dan menguntungkan. Jika ada hal buruk yang mengganggu dan mengancam, kalo ga sabar dan bijak, pasti kita berbuat sesuatu yang akhirnya 'menggagalkan' deklarasi kita.
Sama perihalnya dengan manajer tadi. Untung nyindirnya masih halus. Kalo nyindir yang menyinggung, pasti mereka akan kehilangan pelanggan. Paling ga kehilangan kami bertiga *sok penting banget*. Lalu hancurlah deklarasi mereka sebagai restoran 24 jam. Karena bisa jadi saia dan teman saia itu mengumbar ketidaknyamanan kami di dunia maya, atau dari mulut ke mulut... *kenapa jadi ngancem?*
Sebenernya itu hal yang wajar, tapi ga selamanya wajar itu baik... Hal yang wajar memang jika kita selalu menginginkan yang baik dlm hidup. Tapi wajar juga jika kita menyiapkan diri untuk hal yang buruk. Ga rugi juga kok. Kalo siap sama hal buruk, kan kita jadi ga terjebak melakukan hal yang buruk pula... Jadi, berdeklarasilah tentang hal yang baik. Dan ikhlaslah akan semua konsekuensi yang ada. Ikhlas bukan pasrah... Ikhlas adalah menerima dengan aktif. Aktif memperbaiki diri. Aktif berdoa. Aktif menyerahkan diri kepada Allah. *pesan buat diri sendiri*
Akhirnya, dari peristiwa resto 24 jam itu saia ambil pelajaran:
1) Kalo mau bikin deklarasi, pikir baik2 konsekuensinya
2) Ikhlaslah dengan konsekuensi yang ada
3) Kalo jadi manajer tempat makan, relakan para tamu seperti kami. Itu sudah hukum alam dunia bisnis tempat makan. Mau buka resto apa aja pasti ada tamu kayak kami. *maksa*
4) Sebaik2nya resto 24 jam adalah rumah kita sendiri
Selamat menjalani 10 hari terakhir Ramadhan :)
Wasslm
Seekor ikan, mengambil sebanyak mungkin (tanpa pilih) air yg ada di depannya, menyaring zat-zat yang dibutuhkan lewat insang, dan membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan. Begitulah aku belajar.
Kamis, 09 Agustus 2012
Rabu, 01 Agustus 2012
Beliau adalah laki2 yang jika sakit menjadi dokter, dan jika menonton tivi menjadi presiden..
Ini foto terakhir kakek yang saia ambil... Semasa sakit kelenjar kencing, sampai akhirnya beliau meninggal setelah operasi. Judul artikel ini benar2 menggambarkan kakek saia. Ketika sakit, beliau dengan segala pengetahuan dan kebiasaannya, menentukan dengan pasti obat ini ga cocok *walaupun baru minum 2x*, obat itu minumnya abis makan aja karena efek di lambung ga enak *padahal disuruh dokter sebelum makan*, dsb. Gara2 sakit, beliau menjelma jadi dokter tanpa harus kuliah bertahun2 dengan biaya mahal.
Begitu juga ketika menonton tivi. Beliau berkata harusnya pemerintah begini, harusnya polisi begitu, dll. Rasanya kalau beliau jadi presiden, semuanya bisa diputuskan dalam semalam gara2 nonton tivi.. :)
Semoga beliau diberikan tempat terbaik di akhirat. Amin...
*ramadhan pertama tanpa kakek*
Butuh Waktu Berapa Tahun?
Hidup saia memang tidak bisa dibilang sempurna. Tapi tak terhitung hal yg bisa disyukuri secara fakta. Lahir dari orangtua yg mempunyai penghasilan yang cukup, tumbuh dan disekolahkan di lingkungan yang baik, bertemu dengan pria yang baik dan akhirnya menjadi suami saia. Tapi yg baik itu di luar diri saia. Bagaimana yg di dalamnya?
Saia jd ingat banyak hal yg belum saia capai. Bukan belum bisa, tapi semata karena kepayahan akan tekad.
Butuh berapa tahun saia memulihkan trauma jatuh dari sepeda? Entah, karena nyatanya sampai hari ini saia belum bisa dan masih takut untuk belajar naik sepeda.
Butuh berapa tahun saia mengejar gelar sarjana? Entah, karena nyatanya sampai hari ini saia masih menyusunnya skripsi kata per kata.
Butuh berapa tahun saia menyiapkan diri agar bisa menjadi seorang istri? Entah, karena nyatanya sampai sekarang saia masih harus memecut diri untuk bangun pagi.
Butuh berapa tahun saia bisa menghilangkan kebiasaan buruk? Entah, karena nyatanya kebiasaan buruk itu kalo ga berganti, ya bertambah.
Butuh berapa tahun agar saia bisa kasih ibu uang utk pergi haji? Entah, karena nyatanya sampai sekarang saia tidak punya penghasilan.
Butuh berapa tahun agar saia bisa memasak? Entah, karena sampai hari ini saja saia masih benci dengan ketidakjelasan yg terkandung dalam kalimat: 'garam secukupnya'.
Butuh berapa tahun saia menuliskan hal-hal yg tidak saia bisa? Entah, karena belum 10 saja sudah pusing rasanya.
Banyak, banyak sekali yg belum saia lakukan. Padahal utk berubah jadi belum sampai sudah, kadang cuma seperti membalik telapak tangan. Walaupun ada juga yang bak anjing mengejar ekornya.
Kawan, sibuk untuk mengejar apa yg belum kita punya itu luar biasa hebatnya. Tapi jangan sampai melupakan apa yg sudah ada dalam genggaman.
Tak masalah berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk mengejar sesuatu, yang penting jangan takut kehabisan waktu. Itu cuma membuat kita merasa diburu dan akhirnya mendapatkan sesuatu yg bisa jadi palsu. Kekayaan palsu, gelar palsu, kekasih palsu, pekerjaan palsu,, semua karena kita merasa diburu... Padahal kalo kata Prie GS: "Jangan terburu-buru. Tidak ada yang memburu kecuali pikiranmu."
NB: tulisan utk orang yg senang berburu sesuatu, sampai menghalalkan segala cara, sampai mempermainkan waktu...
Saia jd ingat banyak hal yg belum saia capai. Bukan belum bisa, tapi semata karena kepayahan akan tekad.
Butuh berapa tahun saia memulihkan trauma jatuh dari sepeda? Entah, karena nyatanya sampai hari ini saia belum bisa dan masih takut untuk belajar naik sepeda.
Butuh berapa tahun saia mengejar gelar sarjana? Entah, karena nyatanya sampai hari ini saia masih menyusunnya skripsi kata per kata.
Butuh berapa tahun saia menyiapkan diri agar bisa menjadi seorang istri? Entah, karena nyatanya sampai sekarang saia masih harus memecut diri untuk bangun pagi.
Butuh berapa tahun saia bisa menghilangkan kebiasaan buruk? Entah, karena nyatanya kebiasaan buruk itu kalo ga berganti, ya bertambah.
Butuh berapa tahun agar saia bisa kasih ibu uang utk pergi haji? Entah, karena nyatanya sampai sekarang saia tidak punya penghasilan.
Butuh berapa tahun agar saia bisa memasak? Entah, karena sampai hari ini saja saia masih benci dengan ketidakjelasan yg terkandung dalam kalimat: 'garam secukupnya'.
Butuh berapa tahun saia menuliskan hal-hal yg tidak saia bisa? Entah, karena belum 10 saja sudah pusing rasanya.
Banyak, banyak sekali yg belum saia lakukan. Padahal utk berubah jadi belum sampai sudah, kadang cuma seperti membalik telapak tangan. Walaupun ada juga yang bak anjing mengejar ekornya.
Kawan, sibuk untuk mengejar apa yg belum kita punya itu luar biasa hebatnya. Tapi jangan sampai melupakan apa yg sudah ada dalam genggaman.
Tak masalah berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk mengejar sesuatu, yang penting jangan takut kehabisan waktu. Itu cuma membuat kita merasa diburu dan akhirnya mendapatkan sesuatu yg bisa jadi palsu. Kekayaan palsu, gelar palsu, kekasih palsu, pekerjaan palsu,, semua karena kita merasa diburu... Padahal kalo kata Prie GS: "Jangan terburu-buru. Tidak ada yang memburu kecuali pikiranmu."
NB: tulisan utk orang yg senang berburu sesuatu, sampai menghalalkan segala cara, sampai mempermainkan waktu...
Langganan:
Postingan (Atom)